BABAD
DESA LATUAN
Kenduri Agung Putri Ampel.
( Bulan Rojab 947 H/ 1515 M)
-
Pada abad
XVI sekitar tahun 1515 M, Bulan Rojab,ada suatu peristiwa besar, yaitu Kenduri Agung yang
diselenggarakan oleh keluarga besar Sunan Ampel yang sedang menikahkan anak
putri terakhir dari Ibu seorang keturunan Bali, kenduri diadakan di Denta Ampel
Suroboyo[i].
-
Sunan Drajad (Raden Qosim) sebagi anak
Sunan Ampel mengutus beberapa santrinya untuk menghadiri dan membantu penyelenggaraan
Kenduri Agung tersebut.
-
Utusan Sunan Drajad tersebut kelompok
pertama berjumlah 5 orang, masing masing bernama Lowatu, Sudanto, Niti Wongso, Sugio
dan Joyo Cangkring[ii].
-
Selesai Kenduri Agung, santri Sunan Drajat
yang bernama Lowatu, Joyo Cangkring dan Niti Wongso pulang kembali ke tanah
Pertikan Drajad bersama dengan Mbah Lamong dan Mbah Langit. Sementara Sudanto
dan Sugiountuk sementara waktu menetap di Denta Ampel Suroboyo.
-
Perjalanan Mbah lamong berhenti di Ndapur kota
Lamongan, Mbah Langit berahir dan menetap di Blangit, sementara Lowatu, Joyo Cangkring
dan Wongso melanjutkan perjalanan menelusuri pemantang rawa rawa menuju Drajat,
pada waktu sandeolo mereka tiba di daerah mbalong, tanpa disadari mereka
bertiga dibuntuti oleh sekelompok begal, yang datang dari arah barat/pedukuan
Mbalong Mbule[iii].
-
Para begal mengira orang bertiga yang
nyatanya adalah santri Sunan Drajad tersebut membawa harta dagangan,sudah
diberitahu berkali-kali begal tidak percaya,kalau yang ia bawa hanyalah bekal
perjalan pulang dari Sunan Ampel, lalu begal melakukan rudopakso, Joyo
Cangkring dan Wongso berhasil menyelamatkan diri dan sampailah ia di tanah
Pertikan Drajat, sementara Lowatu tewas dengan senjata sejenis sengkap dan mayatnya
dibiarkan menggeletak dipemantang rawa-rawa, sementara bungkusan yang dibawa
Lowatu dibawa pergi oleh begal.
-
Joyo Cangkring dan Niti Wongso melaporkan
kejadian tersebut kepada Raden Nur Rohmat(Sendang Nduwur), menantu Sunan Drajad
agar peristiwa yang menimpa Lowatu disampaikan kepada Sunan Drajad.
-
Sendang Nduwur berinisiatif untuk mengambil
tindakan sendiri sebelum melaporkan peristiwa yang menipa Lowatu kepada Sunan Drajat
(Mertuanya).
-
Tindakan yang dilakuan Sendang Nduwur
adalah mengirim rombongan untuk mencari mayat Lowatu untuk dibawah ke Tanah
Pertikan Derajad agar dapat dimakamkan secara baik menurut Islam, dalam
rombongan antara lain ada Mbah Perat, Mbah Nggowa dan Mbah Cungkup.
-
Siapa sebenarnya Lowatu
yang dibunuh begal ini, dia adalah anggota keluarga dalem dari Ronggolawe, dari
ibu yang berbeda, maka dia dipandang istimewa, baik oleh Sendang Nduwur maupun
oleh Sunan Drajad.
-
Mendapati Lowatu mayatnya sudah membusuk,
maka anggota rombongan memutuskan Lowatu dimakamkan ditempat yan tidak jauh
dari tempat terbunuhnya, tempat yang agak tinggi/tegalan yang sekarang disebut
kolowatu.
Mendirikan
Tempat Ibadah/Masjid
(
Jumat Wage, Bulan Ruwah/Sya’ban 936 H/ 1515 M)
-
Setelah rombongan menyelesaikan pemakaman
Lowatu rombongan yang terdiri antara lain Mbah Nggowa dan Mbah Cungkup
mendatangi padukuan, setiba di padukuan Mbah Nggowa, Mbah Cungkup tidak
mendapati tempat ibadah, maka dia beserta rombongan membuka dan membabat semak
belukardiatas tanah tegalan yang sekarang dikenal sebagai Semigit.
-
Pada saat melakukan pembukaan tanah dari
semak belukar dilakukan dengan cara mebakar, dari pembakaran semak belukar
tersebut latunya terbang ke seluruh pedukuan, maka setiap jengkal tanah yang
terdapat latu akibat pembakaran diberi nama dusun Latuan.
-
Sebelum didirikan tempat ibadah, tanah yang
akan dijadikan tempat bangunan Masjid diratakan, setelah rata, maka pada malam hari Jumat Wage dilakukan kenduri,
setelah kenduri selesai permukaan tanah dijala lima kali, hasil jalaan ditebar
di sudut dusun, yaitu sudut Mbinggel, sudut Nduko, sudut Ngepung dan sudut Mbalong,
dan ditengah tengah tanah calon bangunan Masjid, tujuannya sebagai pace’k.
Titik pengunci.
-
Setelah dipace’k dusun dipagari dengan cara
menanam rumpun barongan sekeliling dusun untuk menjaga keamanan kampung dari
serangan musuh baik yang tampak-maupun yang tidak tampak[iv].
-
Selain membangung Masjid, Mbah Nggowa dan
Mbah Cungkup beserta rombongannya juga membangun pawuduan di dekat Masjid,
membangun Telogo Ngangson,
-
Melihat perkembangan yang sedemikian rupa Para
begal risau/galau, maka akhirnya begal begal tersebut mengasingkan diri ke desa
Mbraolo di Mbanjero.
Letak
Geografis dan Sosiologis.
-
Desa Latuan terletak didataran telatah
mbawan kuno sebelum ditangkis, telatah ini membentang dan memanjang mengikuti
aliran mbawan sampai ke laut, tidak ada tanda-tanda adanya hutan, gunung atau
pegunungan. Dimana pada saat kemarau orang akan sulit cebok dan pada saat musim
penghujan susah ndodok.
-
Desa Latuan adalah uni atau gabungan dari
pedukuhan pedukuhan, yaitu Nduko, Mbinggel, Ngepung, Mbalong, Mbutok dan lain-lain, setelah datang agama Islam
yang dibawah oleh utusan Sendang Nduwur disatukan kedalam satu sistem
pemerintahan desa Latuan.
-
Sebelum ada desa Latuan, penduduknya
menganut agama Kapitayan yang percaya adanya kekuatan diluar dirinya yang
sangat dahsat yang bersumber dari kekuatan Tu, dan To. (simbolisasi
Watu/Tombak). Agama kapitayan ini dianut oleh sebagian besar penduduk Jawa
sebelum Islam.
-
Dalam perkembangannya Latuan seolah olah
terbagi menjadi tiga blok, blok Manjero, blok Manjobo Lor dan Manjobo Kidul
dengan batas yang sangat jelas yaitu barongan sepanjang dusun dan sungai.
Pendapat/Anggapan
Yang Keliru.
-
Pendapat bahwa danyang/pembubak desa Latuan
adalah Nyai Sari adalah pendapat yang menyesatkan, karena tidak didukung oleh
fakta yang benar. Nyai Sari sesungguhnya adala nyasari/menyesatkan.
-
Pendapat bahwa di daerah yang sekarang
disebut sebagai kolowatu dahulu ada gunung lalu gunung itu pindah adalah
pendapat yang keliru, karena sejak zaman purbakala wilayah Latuan dan
sekitarnya adalah telata mbawan sebelum di tanggul/tangkis.
-
Pendapat bahwa dahulu Latuan merupakan
hutan adalah keliru, karena faktanya sejak zaman purbakala wilayah kita adalah
rawa-rawa yang terbentuk oleh aliran mbawan yang belum dibendung/ditangkis yang
dikenal sebagai telata.
-
Pendapat bahwa warga Latuan tidak akan ada
yang pintar sebelum dia keluar dari desa Latuan karena ada sabdo dari mayat
yang di kebumikan di kolowatu adalah pendapat yang tidak dapat dibenarkan
secara nalar.
Tradisi/Kebiasaan
-
Besik, bersih
bersih menjelang dino becik, disandarkan pada peristiwan pembukaan Masjid.
-
Jemuah
Wagean, Kenduri/kondangan yang diselenggarakan setiap hari
malam Jum’at Wage, diadakan pertama kali pada saat selamatan pendirian masjid
di Semigit.
-
Sandeolo,
waktu sore menjelang malam, yang dipahami masyarakat sebagai waktu yang tidak
baik mejalankan aktifitas, hal ini disandarkan pada peristiwa pembegalan di
Kolowatu.
-
Njolo
Wiwitan, kegiatan menjala tanah yang akan dibangun rumah.
-
Pesan,
Ojo sampek pager kampung
iki rusak, mengko nek pager iki rusak mongko ora mong rojo koyo sing iso mlebu
kampung.
Situs Peninggalan.
-
Semigit.
-
Tlogo Ngangson.
-
Makam Lowatu di Kolowatu
-
Makam Mbah Cukup di Makam Umum
-
Makam Mbah Nggowa.
-
Makam Lawas.
Hari Jadi Desa Latuan.
Hari Jum’at Wage Bulan Syakban/Ruwah
Tahun 936 H/ 1515 M)
Peringatan
Hari Jadi Desa Latuanyang ke 500 tahun, Tepat pada Hari Jum’at Wage Tanggal 26 Tahun
1436 Hijriyah, atau bertepatan dengan tanggal 15 Mei Tahun 2015 Masehi.
Nama
Latuan menjadi Latukan masih menjadi pertanyaan.
Dihimpun dan ditulis Oleh Subhan Bin
Palal Bin Ripin Bin Sampan Bin Fulan.
( Latuan, 12 Romadlon 1408/1987M)
Nara
Sumber Utama.
-
Mbah Saren/Sunan Mbanjero.---Pengislam Wilayah
Kali Tengah dan Sekitar.
-
KH. Jaenal Wasod. Pengasuh PonPes di
Dongklanting
-
Abdul Qohar Penghuni alam dimensi lain.
-
Mbah Marko Kentrung, Pujangga Besar dalam
cerita Tutur, Piyaman.
-
Sumber Tertulis. ATLAS WALI SONGO.
-
Dan Cerita yang hidup di Masyarakat.
Methode
Penulisan.
Penulisan sejarah ini dilakukan
denagan Methode TLN. Tempos, Lokus dan Namus dengan bukti artefak atau peninggalan yang ada, serta
memperhatikan pola kehidupan masyarakat setempat.
Maka dengan demikian
penulisan sejarah ini telah memenuhi standar minimal sebuah penulisan sejarah
suatu peristiwa.
Refrensi.
-
Sunan Ampel Lahir dan Meninggal.
822 – 899 H atau 1401 M – 1478 M.
-
Sunan Drajat Lahir dan Meninggal.
891 – 943 H atau 1470 – 1522 M.
[i]Kenduri Agung
dilaksanakan oleh keluarga besar Sunan
Ampel, pada saat Kenduri Agung ini dilaksanakan Sunan Ampel (Raden Rahmat)
telah wafat.
[ii] Nama nama ini
didapatkan dari cerita tutur Mbah Marko, pujangga kentrung pada saat acara hari
jadi Kabupaten Lamongan di Pendopo Kabupaten Lamongan pada saat hari jadi
kabupaten Lamongan yang ke 415 pada tahun 1988
[iii]Informasi ini
didapatkan dari ------
[iv] Barongan ditanam
keliling kampung dan disebelahnya digali parit atau sungai, ini bertujuan agar
kampung terjaga dari bahaya, baik yang nampak maupun yang tidak nampak, sambil
berpesan ojo sampek pager iki
ambrol/rusak, mergane nek pager ambrol /rusak ora mong rojokoyo sing iso mlebu.
https://youtu.be/Rh4MuH16zck
BalasHapusMaju Terus Desaku
Terima kasih informasinya, terkadang kita sebagai anak muda jaman sekarang peneting mengetahui sejarah desaku ini, sejarah ini harus dilestarikan
BalasHapusMaulah desaku.
BalasHapus* pertanyaan*
Mbah marko saat itu tinggal disekitar dimana? dan meninggal tahun berapa? dikebumikan dimana?
والله اعلم بالصواب
HapusKoyone ada yg salah antara judul thn 947 H dan isi yg di sampaikan 936 H.
BalasHapusKetika sunan drajad mengutus muridnya utk ke ampel.
Sementara sunan drajad meninggalnya 943 H, trmksh